
Di
tengah arus informasi digital yang deras pada 21 Agustus 2025, pukul 03:45 PM
WIB, sebuah kisah dari Malang, Jawa Timur, menyelinap ke hati banyak orang,
menggugah semangat untuk memajukan pendidikan. Eko Cahyono, seorang pemuda
visioner, telah mengubah nasib warga terpinggirkan melalui misi mulia
membebaskan mereka dari belenggu buta huruf. Sebagai penerima Apresiasi SATU
Indonesia Awards 2012 di bidang pendidikan, Eko mendirikan Pustaka Anak Bangsa,
sebuah perpustakaan keliling yang membawa cahaya ilmu ke pelosok Kabupaten
Malang. Kata kunci seperti "Eko Cahyono Pustaka Anak Bangsa,"
"literasi Malang," dan "SATU Indonesia Awards 2012" kini
menjadi topik hangat di mesin pencari, menarik perhatian pendidik, aktivis
sosial, dan mereka yang haus akan inspirasi. Didukung oleh PT Astra
International Tbk melalui SATU Indonesia Awards, perjalanan Eko adalah bukti
bahwa mimpi sederhana seorang anak desa bisa menjadi gerakan besar yang
mengubah wajah pendidikan Indonesia, terutama di Desa Sukowono, Kecamatan Rambipuji,
yang menjadi titik awal perjuangannya.
Eko
Cahyono, lahir di keluarga sederhana di Malang pada era 1980-an, membawa cerita
pribadi yang dalam ke dalam misinya. Seperti banyak anak desa, ia bercita-cita
menjadi guru sejak kelas 4 SD, terinspirasi oleh keinginan membantu ibunya yang
buta huruf. “Ibu saya tak pernah sekolah karena keterbatasan ekonomi keluarga,
sementara saudara-saudaranya bisa kuliah,” ungkapnya. Meski impiannya untuk
menjadi guru bersertifikat pupus karena tak mampu melanjutkan kuliah, Eko tak
menyerah. Dengan semangat membara, ia mendirikan Pustaka Anak Bangsa pada 2012,
sebuah perpustakaan keliling yang kini menjadi simbol harapan. Penghargaan SATU
Indonesia Awards 2012, yang diberikan kepada generasi muda penggerak perubahan
di bidang pendidikan, kesehatan, lingkungan, kewirausahaan, dan teknologi,
menegaskan dedikasinya, menempatkannya sejajar dengan tokoh inspiratif seperti
Hardi Saputra dan Triana Rahmawati.
Sumber Foto: Satu Indonesia Award
Apa Itu Pustaka Anak Bangsa?
Pustaka
Anak Bangsa adalah inovasi pendidikan nonformal yang diciptakan Eko Cahyono
untuk membawa literasi ke tengah masyarakat Malang. Berlokasi di berbagai titik
strategis seperti pos ojek, salon, bengkel, dan rental komputer di 35 desa dari
7 kecamatan, perpustakaan ini menawarkan akses buku gratis 24 jam. Program ini
lahir dari keprihatinan akan data Kemendikbud 2012, yang mencatat 2 juta warga
Indonesia dewasa buta huruf, dengan Malang menyumbang ribuan kasus, terutama di
pedesaan. Eko melihat bahwa pendidikan dasar seperti membaca dan menulis adalah
kunci untuk menghadapi era digital, bahkan di tengah tren perpindahan ke konten
online.
Hingga
2025, Pustaka Anak Bangsa telah mengoperasikan 26 unit perpustakaan dengan
koleksi ribuan buku, mulai dari cerita anak hingga panduan praktis seperti cara
menanam padi. Lebih dari sekadar tempat membaca, sanggar ini menjadi pusat
kegiatan komunitas, menawarkan kelas komputer, menjahit, melukis, nonton film
bersama, dan bimbingan belajar gratis untuk anak SD. Kolaborasi dengan
Perpustakaan Nasional dan donasi masyarakat memperkaya koleksi, menarik 5.000
pengunjung bulanan. Pencarian "perpustakaan keliling Malang" kini
sering mengarah ke Eko, menjadikannya pionir literasi inklusif di Jawa Timur.
Dengan pendekatan ini, Pustaka Anak Bangsa membuktikan bahwa ilmu bisa
dijangkau siapa saja, kapan saja.
Dari Mimpi Anak Desa ke
Gerakan Nasional
Perjalanan
Eko dimulai dengan mimpi sederhana di masa kecil, terinspirasi oleh ibunya yang
tak pernah merasakan bangku sekolah. Pada 2012, dengan modal sepeda tua dan
beberapa buku bekas, ia menggelar kelas literasi pertama di pos ronda desanya,
dihadiri 15 warga. “Saya tak punya gelar, tapi punya hati untuk mengajar,”
katanya. Tantangan awal adalah skeptisisme masyarakat, yang menganggap literasi
dewasa tidak relevan. Eko mengatasi ini dengan menyesuaikan materi, seperti
mengajarkan membaca label obat atau menulis daftar belanja, yang langsung
memberi manfaat praktis.
Pada
2012, ia mengajukan proposal ke SATU Indonesia Awards, yang memberinya
penghargaan dan dana Rp 50 juta. Uang itu digunakan untuk membeli rak buku
portabel dan melatih 20 relawan dari kalangan pemuda. Pada 2015, program
berkembang ke 10 desa, menggunakan lokasi publik seperti bengkel untuk
menjangkau warga. Hingga 2025, Pustaka Anak Bangsa telah mencakup 35 desa,
melatih 2.000 warga dewasa, dengan 80% berhasil melek huruf berdasarkan uji
Kemendikbud. Pencarian "inspirasi literasi Malang" kini menyoroti Eko
sebagai teladan, menginspirasi gerakan serupa di seluruh Indonesia.
Dampak Luar Biasa di Jawa
Timur
Dampak
Pustaka Anak Bangsa mengguncang Malang dan sekitarnya. Secara pendidikan, 2.000
warga kini bisa membaca dan menulis, meningkatkan akses mereka ke informasi
publik sebesar 60%. Ekonomi terdongkrak: pedagang dapat menulis harga barang,
meningkatkan penjualan Rp 5 juta per bulan, sementara petani memahami kontrak
tani, menghemat Rp 8 juta per tahun. Sosial, program ini mengurangi isolasi,
dengan 400 lansia aktif di kegiatan komunitas.
Tabel
berikut menggambarkan dampak berdasarkan data 2012-2025:
Aspek Dampak |
Deskripsi |
Angka Estimasi |
---|---|---|
Pendidikan |
Warga melek huruf |
2.000 orang |
Ekonomi |
Peningkatan pendapatan dan penghematan |
Rp 13 juta/tahun |
Sosial |
Partisipasi lansia dan pemuda |
400 orang |
Ekspansi |
Desa dan kecamatan terjangkau |
35 desa, 7 kecamatan |
Komunitas
desa kini lebih mandiri, dengan warga membentuk kelompok literasi lokal.
Pencarian "komunitas pendidikan Malang" menunjukkan minat besar,
menjadikan Pustaka Anak Bangsa model nasional.
Tantangan dan Inovasi Eko
Cahyono
Eko
menghadapi badai seperti keterbatasan dana awal dan infrastruktur, yang diatasi
dengan donasi buku dari sekolah dan relawan sukarela. Pandemi 2020 menghentikan
kelas tatap muka, tapi ia beralih ke radio komunitas dan grup WhatsApp,
mencapai 85% kehadiran virtual. Inovasi termasuk "Buku Saku
Literasi," panduan sederhana yang dibagikan gratis, meningkatkan retensi
belajar 65%.
Kolaborasi
dengan Universitas Brawijaya menciptakan aplikasi belajar interaktif,
menargetkan 3.000 pengguna pada 2026. Pencarian "inovasi literasi
digital" sering mengarah ke Eko, menegaskan perannya sebagai pelopor.
Inspirasi untuk Masa Depan
Kisah
Eko Cahyono adalah puisi tentang kekuatan mimpi. Dari desa kecil, ia membangun
gerakan literasi, menginspirasi pemuda Jawa Timur untuk mengabdi. Program ini
mengajarkan bahwa pendidikan adalah hak semua umur. Di Malang, Pustaka Anak
Bangsa menjadi sekolah kehidupan untuk 500 anak, mengedukasi bahwa ilmu adalah
cahaya abadi.
Rencana masa depan mencakup perluasan ke 50 desa, menargetkan 5.000 warga melek huruf pada 2027. Inspirasi Eko mengajak kita menghormati pendidik sebagai penerang, membuktikan bahwa dari halaman buku lahir perubahan besar.